KELAPA SAWIT(Elaeis guineensis)
Kelapa
sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar
serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain
itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas
untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti
jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak
mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu
keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun.
Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga
jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin)
dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi
penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara
bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman
sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga
sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul
digunakan sebagai tetua jantan.
Buah
sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung
bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap
pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai
kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA,
free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah
terdiri dari tiga lapisan:
- Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
- Mesoskarp, serabut buah
- Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti
sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji)
merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas
tinggi.
Kelapa
sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi
tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar
(radikula).
Syarat hidup
Habitat
aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah
tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m
dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu
daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau.
Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah
sawit.
Tipe kelapa sawit
Kelapa
sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua
species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis
memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman
yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk
mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera
sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya
genetik.
Penangkar
seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang,
yang terdiri dari
- Dura,
- Pisifera, dan
- Tenera.
Dura
merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang
tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan
buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera
buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang
menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang
menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan
Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya
tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya
mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk
pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.
Hasil tanaman
Minyak
sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun,
kosmetika, industri baja,
kawat, radio,
kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk
begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu
tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak
larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak
menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian
yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging
buah menghasilkan minyak kelapa
sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.
Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi
bahan baku margarin.
Minyak
inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan,
bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging
buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu
digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun,
dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan
ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit
itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah
diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.
Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan
cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan
ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa
pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
Sejarah perkebunan kelapa sawit
Kelapa
sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya
ditanam di Kebun Raya Bogor,
sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli,
Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang
bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka
dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada
tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.
Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian
didirikan di Marihat
(terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan
pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau
Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru
dimulai tahun 1910.
Hingga
menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak
sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal
seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaya (lalu Malaysia).
Baru
semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem
PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus
berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati
meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa
pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih
hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.
Hama dan penyakit
Faktor
yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit
diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa
sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera:
Psychidae). [3] Potensi kehilangan hasil yang
disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. [4] Jenis ulat api yang paling banyak
ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna
trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. [5] Selain hama, penyakit juga menimbulkan
masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang
disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit
penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense
merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan
kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi. [6]
ulat kantung (Lepidoptera:
Psychidae)
ulat api (Lepidoptera: Limacodidae)
Manfaat minyak sawit
Selain manfaat utama minyak sawit sebagai minyak makan, minyak sawit
juga dapat digunakan sebagai pengganti lemak susu dalam pembuatan susu kental
manis dan tepung susu skim